Intelektual Sejati
Oleh : Drs. Halim Mansyur Siregar
Siapapun kita tentu sepakat jika
predikat kelompok intelektual sesungguhnya melekat pada sosok-sosok ibu dan
bapak guru. Selaku penyandang gelar yang cukup terhormat itu maka sudah
selayaknya pula para guru bersikap dan berperilaku serta menjalankan fungsi
yang mencerminkan keintelektualan. Dengan kata lain, para guru merupakan sumber
pengetahuan sekaligus menjadi figur panutan yang digugu dan ditiru oleh
murid-murid mereka.
Sebagai pengajar (sumber ilmu),
sebenarnya setiap guru masih mempunyai kewajiban untuk terus meningkatkan
wawasan keilmuan yang telah mereka dapatkan melalui pendidikan maupun
pengalaman di lapangan. Dan selaku pendidik (panutan), gurupun harus senantiasa
berupaya mengajak, membimbing dan mendorong murid-muridnya ke arah yang sama.
Di sinilah kegemaran membaca dan menulis
(menyampaikan gagasan, pengetahuan,
pengalaman dan sebagainya dengan menggunakan bahasa tulisan) mengambil peran.
Betapa pentingnya peranan kegemaran
membaca, terlebih kebiasaan menulis tadi sehingga bisa dikategorikan merupakan
budayanya kaum intelektual. Aktifitas baca-tulis dianggap mewakili kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi yang kian hari semakin tinggi. Artinya, tingkat
intelektualitas seseorang dapat dilihat dari seberapa gemar ia membaca dan
seberapa sering pula ia membuat tulisan, terutama jika tulisan-tulisannya
kemudian juga diterbitkan oleh media massa
berupa koran, majalah dan sebagainya.
Wajar-wajar saja pemikiran di atas.
Logikanya, sejak seseorang (di masa balita) mempunyai kemampuan bicara,
tentulah ia mampu mengutarakan dan mengungkapkan keinginan, pengetahuan atau pengalaman dan
hal-hal lain yang terjadi pada dirinya dengan bertutur kata secara lisan. Sementara
memaparkan melalui tulisan barangkali baru dipelajari setelah duduk di bangku
sekolah dasar nanti untuk selanjutnya akan terus diasah pada jenjang-jenjang pendidikan
yang lebih tinggi.
Di samping itu, tentunya penulis
menempati posisi yang lebih tinggi daripada pembaca. Penulis adalah seumpama
guru yang mengajari (memberi informasi), sedangkan pembaca laksana para siswa
yang menyerap informasi dimaksud. Baik informasi mengenai kejadian-kejadian tertentu,
penemuan-penemuan teknologi baru, gagasan-gagasan penyelesaian masalah yang
nyaris menemui jalan buntu maupun hal-hal lain yang memang dirasa perlu.
Pendek kata, menulis adalah suatu perbuatan mulia. Tentu
saja apabila tulisan yang dihasilkan berguna
untuk kebaikan masyarakat (pembaca), terutama dalam rangka menambah khazanah wawasan ilmu pengetahuan
dan teknologi maupun manfaat-manfaat positif lainnya yang berfaedah bagi umat manusia.
Yang jelas, aktifitas menulis akan
memberikan dampak yang cukup signifikan kepada berbagai kalangan. Golongan pembaca semakin luas wawasannya. Media massa ikut berkembang atas
tulisan yang kita sumbang. Anak-anak didik tidak hanya berkutat pada buku-buku
pelajaran yang terkadang kaku dan
kering kerontang. Penulisnya pun tak jarang bisa memperoleh uang jika
tulisannya dimuat (diterbitkan) pada rubrik atau di media massa yang memberlakukan ketentuan demikian.
Semoga uraian dalam tulisan ini
menggugah hati komunitas guru selaku pemangku profesi yang mengaku dan diakui
sebagai kaum intelektual untuk ikut berpartisipasi meramaikan dunia kepenulisan.
Semakin berminat menulis dan semakin produktif menghasilkan tulisan berarti
kita memang intelektual sejati.(*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar